Parah Jomblo Mencari Jodoh [Part-2]
"PARAH JOMBLO MENCARI JODOH"
original story
R.A
#RAGE: 1ST A-I-MBICIOUS
JOMBLO
Seorang gadis manis, berkulit sawo matang dengan
postur wajah yang dekat dengan suku batak di Indonesia. Saat pertama kali
bertemu dengannya, aku mengira ia berasal dari daerah yang sama denganku,
Sumatera Utara. Rahang wajahnya yang jelas, dan hidungnya yang tidak terlalu
mancung akan membuat semua orang Indonesia berpikir bahwa ia bukan berasal dari
tanah Jawa. Namun, pepatah ‘don’t judge a book by its cover’ ternyata benar
adanya. Ketika berkenalan dengannya, aksen jawa kental yang menyertai semua
kalimatnya membuat aku tersenyum geli. Ahaha, your appearance were not like a javanese Ge. Aku tidak menduga,
bahwa takdir mempertemukan aku dengannya, dengan seseorang yang nanti pasti
akan dikenal sepanjang masa oleh para pejabat Republik Indonesia. Dia Rage
Taufika, S.H.Int. calon diplomat ulung yang masih lekat dengan budaya Jawa
meski mimpinya tidak pernah jauh dari benua Eropa. Seseorang yang membuatku
sangat senang bisa ditakdirkan bukan hanya untuk berpapasan dengannya, tetapi
juga saling berjabat tangan bahkan berpeluk erat. Dia jomblo pertama yang aku
temui dari tujuh jomblo lainnya yang tidak akan luput dari naskah yang akan aku
tuliskan nanti.
Namanya Rage, lahir tanggal 16 November
1994 oleh orang tua yang berasal dari Kota Jepara, Jawa Tengah. Empat tahun
mengenalnya, Rage sudah mencetak berbagai prestasi yang sangat membuatku kagum.
Kembali terngiang pada awal pertemuan, aku merasa sudah sangat cocok dengannya,
pribadinya yang murah senyum dan lemah lembut layaknya orang Jawa membuat aku
merasa diterima dengan segala kekuranganku. Namun setelah mengenalnya untuk
beberapa lama, perasaan kesal dan sebal mulai merayap di hatiku terhadapnya.
Rage adalah orang yang sangat ambisius, dan selalu ingin menjadi yang terdepan,
sangat bertolak-belakang denganku. Hingga pada tahun kedua perkuliahan,
hubungan pertemanan antara aku dan Rage serta para jomblo lainnya menjadi
sangat renggang. Sedikit memberi catatan, meskipun sudah bukan anak SMA tetapi
kalau dikelas kami tetap membentuk kelompok-kelompok teman main, begitu juga
dengan aku dan teman-temanku. Aku lebih senang berteman dekat dengan hanya
beberapa orang saja, namun berbeda dengan Rage.
Meskipun awalnya ia selalu berada di dekat kami,
namun lama kelamaan ia mulai terlihat menghindari aku dan para jomblo, hingga
kondisi dimana kami benar-benar sudah tidak seperti teman dekat lagi. Karena
jarak yang semakin jauh, ditambah dengan kepindahan aku dan rage ke kosan yang
berbeda, aku dan para jomblo pun bertanya padanya “Ada apa ?” Lalu ia menjawab
bahwa ia ingin berteman dengan siapapun, tanpa harus masuk ke sebuah lingkaran.
Dengan jawaban singkat seperti itu, aku dan teman-teman ku sudah mengerti, dan
kami biarkan pertemanan seperti apa adanya. Namun pada hari-hari berikutnya
kami merasa, prinsipnya membuat ia menjadi seseorang yang tidak punya siapapun
untuk bercerita disaat suka dan duka, ia seperti seseorang yang tidak punya
teman. Hingga satu hal dimana seseorang menyebalkan pernah menceritakan dirinya yang terlalu
ambisius. Saat itulah aku sadar, meski aku tidak suka dengan sikapnya yang
sering memamerkan prestasi, meskipun ia sering bercanda dengan mengejekku
dihadapan lainnya, tapi dia tidak pernah lupa untuk tetap tersenyum pada ku, untuk
tetap menjawab pertanyaaan mata kuliah yang tidak mampu aku pahami, untuk tetap
mau menemaniku bila aku sendiri, untuk tetap mau menjadi temanku. Karena itu, aku
merasa kesal dengan orang lain yang berbicara buruk tentangnya. Mereka hanya
tidak tahu siapa Rage sebenarnya. Sejak itu aku sadar, aku mengerti, meskipun ia
menghindar, namun ia sebenarnya juga membutuhkan seseorang, yang kemudian ia panggil
kami kembali, dan ajaibnya kami kemudian akan datang menemaninya. Hingga
akhirnya Rage menjadi sangat dekat dengan ku, khususnya di akhir-akhir perkuliahan, bahkan
setelah ia menamatkan kuliah. Sekedar informasi, Rage was awesome. She was the first graduates of a hundred HI 2012,
keren bukan hehe. Tapi, kebodorannya tidak sekeren prestasinya haha. So, one day kita sebagian ‘parah jomblo’
berkumpul di kosan untuk masak bareng. Setelah selesai masak dan
beres-beres, kita pun bergegas menyantap hasil jerih payah selama dua jam ini
(ceilehh gaya), dan kitapun makan.
“Guys abisin dong itu ikannya, gua udah kenyang
banget nih.” Ujar Rage dengan nada memaksa. Beberapa detik kemudian tidak ada
yg merespon karena masih sibuk mengunyah nasi yang belum hilang dari piring
masing-masing. Namun dengan tenangnya Rage kemudian mengangkat piring, mengambil
nasi dan menyendok beberapa ke atas piringnya. Setelah itu tangannya terus
bergerak menuju piring berisi ikan yang kemudian tanpa ragu ia letakkan di atas
tumpukan nasinya sambil berkata,
“Kira-kira nelayan kita nangkep ikan berapa
banyak ya ?” Tawaku pecah saat itu juga, sedari awal aku sudah memperhatikan
gerak-geriknya, dan saat ia mengatakan hal itu, tidak ada lagi yang bisa keluar
selain tawa terbahak-bahak. Hahaha Rageee ...
Begitulah
cerita singkat Rage dan parah jomblo. Beragam kisah lainnya akan aku ceritakan
pada bagian-bagian selanjutnya. Namun untuk saat ini, aku akan mengenalkan para
jomblo-jomblo terlebih dahulu. Maka setelah Rage, aku akan mengenalkan jomblo kedua
yang aku temui, yaitu si awet muda ‘Devi’.
Komentar
Posting Komentar