Alloh sedang Menunggu (PART II)
Daan, marahku berakhir sia-sia. Salah seorang staf memberikan saran kepadaku untuk menghubungi orang yang sedari tadi aku tunggu. Aku hanya menjawab sebagaimana apa yang kudapatkan, apalagi kalau bukan mailbox. Staf jurusan yang murah senyum itu memandang sedih padaku, namun Alloh tetap saja menemaniku bukan ? Staf itu pun berkata, "Yaudah, sini biar saya bantu telfon." Senyumnya mengembang dan hatiku begitu gembira. Staf baik hati itupun menelfon orang yang kutunggu melalui sambungan telfon kantor. Aku menunggu dari balik ruangan, berharap kabar baik kan menyambut penantian yang terus ku pertahankan. Tuutt.... Tuuuttt.... "Halo ?" Assah, orang yang ku tunggu menjawab telfonnya, namun aku kembali menelan pil pahit. Orang yang kutunggu nyatanya sedang berada dalam perjalanan menuju tempat yang berjarak puluhan kilometer dari tempatku kini berada. Staf baik itu pun hanya tersenyum kearahkan sambil mengisyaratkan untuk aku segera pulang. Dan, haaahhh kembali ku tarik nafas panjang.
Langkahku terasa begitu berat saat kembali menuju kosan tanpa hasil yang berarti. Ini bukan kali yang pertama, ntahlah... Aku tidak mengira akan selama ini waktu yang kulalui untuk memperoleh gelar itu. Aku tidak boleh berputus asa, mungkin hal ini jugalah yang sudah dilalui oleh teman-teman ku yang sudah lebih dahulu merayakan hari kelulusannya. Senyumku rasanya ditarik begitu saja oleh kabar yang tak mengenakkan hati. Di hati terdalam, pada dasarnya aku tidak merasa kecewa pabila orang yang kutunggu memang tidak jadi untuk datang ke kampus, namun satu hal itu tidak mampu aku enyahkan dari benak. Apalagi kalau bukan tentang telfonku yang di "mailbox". Rasa lapar, lelah, dan penuh harapan ditampar begitu saja dengan suara operator yang tak tahu menahu dengan kondisi yang sedang aku hadapi. Aku mencoba menenangkan pikiran. Aku sendiri bingung, sepertinya seusai mabit yang baru kulalui beberapa waktu sebelumnya, Alloh memberikan ku kesempatan untuk tidak lagi banyak mengeluh, dan menahan diri untuk bercerita dengan orang lain tentang apa yang aku hadapi. Aku ingin menjadi seorang hamba yang dengan bijak memilah apa yang patut untuk dibicarakan, dan apa yang tidak. Kini aku juga semakin menyadari, bahwa bercerita kepada orang lain rasaku hanya membebani mereka dengan tanggung jawab untuk memberikan kata-kata penyemangat, yang kini mulai hanya sebagai bentuk formalitas belaka. Tidak akan ada yang memahamiku selain diriku sendiri dan tentu Alloh, Yang Maha Mengetahui.
Dan dalam perjalanan pulang setelah kekecewaan itu pulalah, sebuah narasi masuk ke dalam benak yang berkisah tentang aku dan Sang Maha Pencipta. Dari hal yang aku alami, ada pelajaran yang sepertinya sedang Alloh sampaikan kepadaku tentang "Ia yang Menunggu."
Aku kecewa, tapi juga aku menyadari sesuatu bahwa sejatinya kecewa ini bukan karena siapapun. Aku bersalah terhadap mereka yang sedari awal telah aku jadikan objek kekesalan. Aku tersadar, kecewa ku bukanlah sebab orang yang kutunggu tak kunjung datang, bertambah parah bukan karena teman yang tak bisa menemaniku disaat duka yang merayap terus menerus di hati, bukan pula karena waktu yang selalu tidak pas mempertemukan aku dengan orang yang kutunggu. Kekecewananku ialah karena diriku sendiri. Aku seakan sedang dibawa Sang Maha Pencipta ke dalam sebuah narasi dongeng dan legenda, tentang Ia yang Menunggu.
Aku kecewa, tapi juga aku menyadari sesuatu bahwa sejatinya kecewa ini bukan karena siapapun. Aku bersalah terhadap mereka yang sedari awal telah aku jadikan objek kekesalan. Aku tersadar, kecewa ku bukanlah sebab orang yang kutunggu tak kunjung datang, bertambah parah bukan karena teman yang tak bisa menemaniku disaat duka yang merayap terus menerus di hati, bukan pula karena waktu yang selalu tidak pas mempertemukan aku dengan orang yang kutunggu. Kekecewananku ialah karena diriku sendiri. Aku seakan sedang dibawa Sang Maha Pencipta ke dalam sebuah narasi dongeng dan legenda, tentang Ia yang Menunggu.
Aku ingat, setiap malam disaat aku ingin menghadap ke Tuhanku disepertiga malam, aku selalu menggumamkan kata-kata itu, " Ya Rabb, insya Alloh hamba nanti di sepertiga malam akan datang ke hadapanMu, meminta restu untuk segala perkara hidup di dunia dan bekal diakhirat." Tik.. Tok.. Tik.. Tok.. Dreett.... Dreett.... Lalalalalalala ...." Semua alarm berbunyi saling berlomba membangunkanku yang masih meringkuk dibawah selimut. Ku ambil satu persatu alaram, dan ku matikan seakan berkata, "Ya Alloh, besok saja deh tahajudnya." Aku kembali tidur dan terlelap bersama dengan mereka, golongan yang tak merindukanMu. Aku tenggelam tanpa ingat nikmat yang Engkau berikan padaku. Hingga terus saja begitu dari hari ke hari. Ku bilang hari ini, esok, lusa, bahkan minggu depan aku terus saja ingkar janji. Aku ingkar janji, yaa... Sama seperti orang yang ku tunggu. Aku menangis mengingat hal ini. Orang yang melihat ku saat perjalanan pulang kekosan memandang aneh, menatap wajah suram yang begitu terlihat dari wajahku. Namun aku tidak perduli, aku ingin cepat kembali menuju tempat dimana aku bisa berdua dengan Mu ya Rabb. Astaghfirullahaladziim...
Aku sama saja dengan orang yang membuat diriku meresa kecewa. Hanya bedanya, Engkau tidak membutuhkan ku sebagaimana aku membutuhkan orang yang kutunggu. Tapi ya Rabb, Engkau tetap saja menungguku untuk datang di sepertiga malamMu. Mungkin inilah mengapa, Engkau tetap membuatku menunggu orang yang kutunggu. Itu karena aku yang tak kunjung menepati janjiku, dan membuat Engkau menunggu di sepertiga malamMu. Aku kembali teringat tentang sebuah video yang ku tonton melalui jaringan internet. Video tentang Kebesaran Alloh yang dikisahkan oleh seorang alim ulama yang sudah terkenal seantero dunia. Dalam video ia bercerita, bahwa Alloh memberikan ujian dan hukuman kepada hambaNya bukan disebabkan rasa marah dan rasa benci, sebab Alloh adalah Ar-rahmaan dan Ar-rahiim. Ujian dan hukuman yang diberikan Alloh ialah cara agar seorang hamba mau kembali kepadaNya. Dan aku, aku sadar bahwa aku sudah terlalu jauh melangkah dariMu Ya Rabb. Olehkarenanya, La haula wa laa quwwata illah billah, Alloh mencoba menarikku untuk menemuiNya di sepertiga malam melalui ujian ini. Ya Rabb, terima kasih karena masih mau menunggu hamba yang hina ini. Terima kasih dan ya Rabb, mohon jangan lupakan hamba.
" ...., ingatlah, hanya dengan mengingat Alloh, hati menjadi tenteram. [Q.S. Ar-Ra'd 13: (28)]"
Komentar
Posting Komentar