Alloh sedang Menunggu (PART I)
Allah sedang Menunggu
by: R.A.
Aku duduk sendiri menunggu dikursi jurusan sambil pandangan tidak pernah lari dari koridor HI. Aku duduk sendiri menatap jam yang terus berganti tanpa ada gerak yang bermanfaat dari tubuh ini. Tik... Tok.. Tik... Tok... yang kunanti tak kunjung datang. Meski katanya kemarin, hari ini, dan mungkin ia kembali tak datang untuk menepati janji. Ahh, "aku diminta untuk banyak bersabar" gumamku dalam diam. Teringat saat hari kemarin, aku menyesal karena merasa jadwal kedatangannya akan sama seperti biasa, "Senin ba'da ashar" aku akan melangkah keluar kosan dan menanti disudut ruangan. Namun saat aku tiba, kutanyakan pada para staf yang begitu berbaik hati meladeni setiap pertanyaan yang sama dari banyaknya mahasiswa, jawabannya membuat hati kembali jatuh ke dasar harapan, "beliau sudah pulang". Seruku kesal dalam hati "aku kurang cepat, aku harusnya menunggu sedari pagi." Dan hari ini aku realisasikan asumsiku yang muncul di hari kemarin, dan disinilah aku. Menunggu sedari pagi seseorang yang saat ini sangat aku butuhkan.
Dari sunyi aku sudah setia menatapi satu persatu tokoh yang datang melalui pintu, namun tak satupun yang sama dengan wajah yang aku harapkan. Aku belum makan, dan aku teringat aku sedang tidak punya uang berlebih di dompet, hanya cukup sebagai uang jaga-jaga apabila yang seseorang yang ku tunggu itu memintaku untuk melipatgandakan segala berkas, ahh aku sangat lapar, tapi apa boleh buat. Nasi yang sudah kusiapkan dikosan ku tinggalkan begitu saja, harusnya kubawa dengan telur yang sudah kurebus sedari malam. Kembali terlintas di benakku, "Ahh, ya Rabb tampaknya uji kesabaran kali ini berbeda dari masa-masa sebelumnya. Semoga hamba mampu melewatinya." Ucapku dalam hati sambil menghela nafas panjang.
Ku mainkan handphone dengan segala aplikasi untuk membantuku agar tak terlihat menyedihkan oleh orang lain yang lewat satu persatu. Dari pagi hingga matahari berada pada garis vertikal, aku masih duduk tak berpindah tempat dan para staf pun aku rasa mulai terganggu. Ia mengajakku bicara dan mencoba untuk menghiburku dan berhasil membuatku tertawa. Aduhai, Alloh begitu baik, masih memberikan ku kesempatan untuk tersenyum di penantian yang tak jarang membuatku bersedih hati. Hingga Alloh pun memanggil melalui para muadzinnya di waktu dzuhur, dan membuatku bergegas menuju Mushola agar hati menjadi lebih tenang. Setelah menunaikan kewajiban, aku kembali ke bantal kursi yang tampak sudah merindukan keberadaanku, kembali menanti...
Perutku sudah semakin memberontak, tapi aku tidak boleh menyerah. Aku bersikeras untuk menunggu tanpa terlebih dahulu menghubungi orang yang aku tunggu. Hingga satu jam berikutnya aku sudah mulai merasa berputus asa. Aku pun mengambil handphoneku dan mengetikkan susunan kalimat santun dengan maksud untuk menanyakan apakah orang yang kutunggu jadi melangkah menuju tempat dimana aku berada kini. Aku takut mengganggu apabila langsung menelfonnya, dan 'send', pesan pun terkirim. Sambil kugenggam erat alat komunikasi itu, aku menggumamkan doa, "Ya Rabb, aku serahkan padaMu apapun itu. Maka bantulah hamba untuk terus berlapang dada." Aku tersenyum sinis, "Ahhh, sok suci lu." ucapku dalam hati seakan-akan iblis sedang merasuki pikiran yang kecewa ini. Satu jam berikutnya aku melihat tanda dari pesan yang aku kirimkan tadi, dan ... seperti biasa, pesan yang kususun dengan sangat hati-hati itu hanya dibaca tanpa mendapat balasan apapun. "Jadi, aku harus menunggu apa tidak ?" Namun aku tetap memaksakan senyumku, "tidak apa-apa, tunggulah saja sedikit lagi.. Tapi aku lapar..."
Salah seorang staf yang tadi menghiburku kembali tersenyum memandangiku yang tidak juga beranjak dari tempat itu. Hingga waktu sudah menunjukkan bahwa muadzin sebentar lagi akan kembali mengumandangkan kalimat kebesaran Alloh. Kecewa, sedih, kesal, marah, tapi... aku butuh. Dan aku tidak bisa apa-apa. Aku kembali bergegas untuk menunaikan ibadah sholat Ashar sambil terus berharap agar sekembalinya aku dari Mushola, aku dapat melihat seseorang yang aku tunggu, namun nyatanya ... nihil !! Aku menghela nafas yaaang panjaaang, sambil menghempaskan tubuh ke kursi yang sedari tadi masih saja setia menemaniku. Aku pun kemudian memberanikan diri untuk mnghubungi seseorang yang kutunggu melalui sambungan telepon, namun yang kudapat hanya lah operator yang menyuruhku untuk meninggalkan pesan, "mailbox". Baru kali ini dari sekian sambungan aku mendengar suara merdu operator itu, "Tampaknya orang yang ku tunggu merasa terganggu dengan keberadaanku, bagaimana ini?" Rasa khawatir mulai merayap dalam hati, bercampur dengan perasaan bingung untuk menentukan pilihan apakah harus lanjut menunggu, atau pulang saja daripada waktu terbuang sia-sia. Aku buntu.
Hingga satu jam lamanya aku masih memutuskan untuk menunggu, rasanya kali ini berbeda. Tidak ada luka tapi perihnya begitu menusuk hati. Ahh, mungkin ini perasaan pabila cinta bertepuk sebelah tangan, maklumlah aku belum pernah merasakan sakitnya ditolak oleh orang yang kita nanti-nantikan. "Ya Rabb, bagaimana ini ?" Aku duduk sendiri memandangi langit yang mulai gelap dan mendung. Aku lapar sedang teknologi pintar yang bersemat di tanganku sudah kehabisan daya untuk menemani diri yang sendiri ini. Aku memejamkan mata, dan menghirup nafas panjang. Aku kuat dan aku yakin tidak ada yang sia-sia, Alloh jamin itu. "Aahh, kenapa susah sekali menjadi seorang hamba yang ikhlas ?" geramku dalam hati. Aku merasa, kesal, kecewa. Aku merasa marah !!!
Komentar
Posting Komentar